Kringgggg… Suara alarm berbunyi bersamaan dengan suara ayam berkokok, menandakan pagi telah tiba. Jalanan hari ini sangat ramai, dipadati oleh orang-orang yang berangkat kerja, sekolah, mengantar anak, hingga mereka yang pergi berbelanja ke pasar. Hari ini adalah awal masuk kuliah setelah libur Ramadhan. Setelah dua minggu libur dan tidak ada kegiatan di rumah selain rebahan, hari ini sangat menyebalkan, menurut Agas. Di sisi lain, ada Amar yang justru bersemangat untuk datang ke kampus karena ingin bertemu dengan wanita pujaan hatinya.
Dalam perjalanan menuju kampus, Agas melihat banyak orang mengantre untuk membeli bahan bakar pertalite.
“Biasanya enggak seramai ini, deh,” gumam Agas. Tak lama kemudian, Amar datang mengantre di belakangnya.
“Gas, tumben pagi banget,” sapa Amar.
“Iya nih, biasa… antre. Eh, Mar, kok tumben sih rame banget di bagian pertalite? Orang-orang pada nggak mau geser ke pertamax?” Tanya Agas. Amar pun terheran dengan pernyataan Agas.
“Gas, lu nggak tahu berita yang bikin heboh tadi malam? Yang bikin geger satu Indonesia?” Jawab Amar.
Agas pun terheran-heran karena tidak tahu apa-apa dan menggelengkan kepala.
“Gas, tadi malam satu Indonesia heboh gara-gara pertamax dioplos sama pertalite. Udah harganya mahal, dapetnya sedikit, dioplos pula,” kata Amar dengan nada ketus.
Agas pun terkejut dengan jawaban Amar.
“Sumpah, lu, Mar? Kagak bohong? Jadi, selama ini yang beli pertamax itu sebenarnya dapet pertalite, dong?” Tanya Agas.
“Ya iyalah. Udah maju lu, noh! Jarak lu sama motor depan lu jauh,” ketus Amar.
“Iya, gue juga tahu. Masih juga awal Ramadhan, gebrakannya sungguh menggila. Apalah mereka, udah kaya, korupsi pula. Harta kagak dibawa mati,” ketus Agas, lalu memajukan motor dan mengisi bensinnya hingga penuh.
Sesampainya di kampus, Agas bertemu dengan Rendra dan Kevin yang sedang berada di kantin.
“Eh, kalian denger berita pertamax yang dioplos pertalite itu? Aku sih denger dari Amar tadi pagi,” ujar Agas.
Kevin dan Rendra tertawa melihat Agas yang tampak kebingungan.
“Lah, anak ini baru denger. Tadi pagi aja gue ngantre pertalite sepuluh menit,” jawab Kevin.
Rendra kemudian memberikan ponselnya kepada Agas. Betapa terkejutnya Agas saat membaca berita tentang korupsi Pertamina.
“Eh, sumpah, bener ternyata! Kok bisa mereka membohongi rakyat kecil kayak kita?” Gumam Agas.
“Lah, rakyat kecil kan gampang dibohongi. Kita ini alatnya pemerintah,” ketus Kevin.
Tiba-tiba, Amar datang membawa laptop.
“Mar, lu ngapain bawa laptop hari ini?” Tanya Rendra.
“Kalian lagi ngobrolin kasus korupsi Pertamina, kan? Gimana kalau kita buat artikel dari kasus ini?” Usul Amar.
Agas yang masih terdiam dan terkejut mendengar berita tersebut hanya mengangguk, mengikuti ide Amar.
“Ini kasus bener-bener besar banget, sumpah! Sebagai orang yang setia sama Pertamina, gue sakit hati denger berita ini,” gumam Agas.
“Gue juga. Apalagi gue pengguna pertamax. Udah mahal, eh, ternyata sama aja kayak pakai pertalite,” timpal Rendra.
“Kasus ini harus naik! Harus diviralin ke seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, biar mereka malu semalu-malunya!” Ujar Agas gemas.
“Eh, btw, itu korupsinya hampir nyentuh satu kuadriliun loh! Nggak mungkin cuma dihukum enam setengah tahun. Ups, canda, loh ya,” canda Kevin.
Mendengar candaan dari Kevin, semua pun tertawa.
“Lah, hukum di Indonesia kan tajam ke bawah, tumpul ke atas. Mereka pasti akan memihak orang yang punya uang. Lihat siapa yang dirugikan? Rakyat, kan?” Ujar Agas.
“Ya jelas rakyat lah. Orang rakyat aja kalau udah dikasih bantuan dari pemerintah, pasti nurut aja sama omongannya pemerintah. Rakyat sendiri pun nggak punya pendirian,” ucap Amar.
“Bener. Warga di sini gampang banget dibodohi. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa harus tegas dan berani melawan yang salah,” sahut Rendra.
“Kasus ini harus benar-benar naik! Sumpah, gedeg banget sama mereka. Pikirannya uang melulu, sampai pertalite aja dicampur pertamax,” ketus Kevin.
“Bener banget! Kita harus kawal kasus ini sampai tuntas! Enak aja mereka makan enak, sedangkan kita beli kopi aja yang paling murah biar motor tetap jalan,” timpal Rendra.
Setelah perbincangan tersebut, mereka kembali masuk ke kelas dan melanjutkan aksi mereka dengan kompak membuat artikel tentang kasus ini. Mereka berencana memviralkannya ke seluruh Indonesia. Harapan mereka, pemerintah dapat melihat siapa saja yang dirugikan dan siapa saja yang harus dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Penulis : Amrika Dealita – Divisi Menulis Kreatif
Foto : Divisi Fotografi
