Desain : Salmaa Nur Qofifah
Ladang di Balik Lereng
Karya: Ardannestana
Pukul 16.00 WIB. Hari yang sangat membosankan. Aku duduk di teras rumah sambil berselancar melihat media sosial. Banyak sekali teman-temanku yang mengunggah foto mereka sedang berada di Gunung Bromo. Pemandangan gunung itu benar-benar menarik perhatiannku. Aku berpikir sejenak, “Kayanya aku mau ke sini deh,” pikirku dalam hati.
Aku mengirim pesan kepada teman terdekatku, Jihan namanya. Aku mengajaknya untuk pergi ke Bromo besok pagi. Dia teman yang selalu mau aku ajak ke mana pun. Satu notif masuk ke telepon genggamku, aku bisa menebak pasti itu jawaban dari Jihan. Mataku langsung berbinar tatkala melihat jawaban “Iyaa” dari Jihan. Aku segera menyiapkan segala keperluan untuk besok.
Pagi hari setelah azan Subuh berkumandang, aku pergi ke rumah Jihan, kami sudah memiliki janji untuk pergi pagi hari. Udara dingin yang menusuk kulit tidak menghalangi langkahku. Sesampainya di rumah Jihan, aku melihat Jihan juga sudah bersiap, sama sepertiku. Kami pun memulai perjalanan dengan motor dan berbekal Google Maps. Akhirnya, setelah dua jam perjalanan, kami pun tiba di kawasan wisata Gunung Bromo. Aku melihat banyak wisatawan yang membidik kamera ke cakrawala guna mengabadikan momen apik ini.
Aku juga melihat beberapa orang menerbangkan drone, tetapi ekspresi orang yang menerbangkan drone itu nampak berbeda. Seperti ada raut cemas di wajahnya. Benar saja, pria yang menerbangkan drone itu melapor kepada warga setempat. Ia mengatakan bahwa ia melihat penampakan ganja di sebuah ladang yang ada di Taman Nasional Gunung Bromo. Warga setempat pun melakukan penyelidikan secara mendadak, ditemukanlah ladang ganja kecil yang tersembunyi di balik semak belukar dekat puncak.
Berita itu pun dengan cepat menyebar ke media sosial. Kementerian Kehutanan pun angkat suara tentang kasus ini, beliau mengatakan bahwa ini adalah kasus lama yang ditemukan oleh mereka dan sudah diselidiki. Tentu saja pernyataan dari pihak kementerian itu tidak dipercaya oleh publik. Bagaimana bisa publik percaya pada pemerintah yang banyak menipu rakyatnya? Aku dan teman-temanku juga tak percaya akan hal yang dikatakan pihak kementerian.
Sementara itu, saat aku berselancar di media sosial dan menemukan berita tentang viralnya ganja di Bromo ini, aku membuka kolom komentar dan membacanya. Semua netizen dibuat geram oleh temuan ganja ini.
“Ohh, pentasan nerbangin drone bayar mahal, ternyata biar ga ketahuan ada ladang ganja.”
“Wkkwkwkwkw apa jangan-jangan kalau gunung lagi tutup itu sebenarnya lagi pada panen ganja.”
“Wahh, parah nih. Udah mau panen baru ketahuan? Fix polisinya juga disogok, dapat bagian.”
“Gunung tutup = penanaman ganja. Wkwkwkwk.”
“Nerbangin drone menganggu satwa? Takut ketahuan ada ganjanya kali. Hahahaa”
“Ini polisi kita ga kerja apa?”
Dan masih banyak lagi komentar-komentar netizen yang seolah-olah menyindir pemerintah setempat. Aku sangat setuju dengan apa yang dikatakan oleh netizen-netizen itu di kolom komentar. Komentar-komentar itu membuatku berpikir. Mungkinkah ada hal yang memang sengaja disembunyikan?
Beberapa hari kemudian, polisi melakukan penyisiran dan pemusnahan ladang ganja tersebut. Tapi entah mengapa, caranya terlihat terlalu rapi. Daun-daun ganja itu dikumpulkan dengan hati-hati, seperti disortir, bukan dimusnahkan.
Aku dan Jihan hanya bisa saling pandang. “Kok kayaknya bukan dihancurin ya? Tapi dipanen diam-diam?” bisikku.
Cerita tentang ganja di Bromo ini akhirnya membekas dalam pikiranku. Negeri ini memang indah, tetapi di balik keindahannya kadang tersimpan ironi. Semoga saja Gunung Bromo tetap menjadi kebanggaan negeri, bukan sekadar tempat untuk menanam rahasia yang tak semestinya tumbuh.
